[One Shoot] Nothing wrong, we just fell in love

Nothing wrong, we just fell in love

~Hyesun’s POV~

Aku merubah posisi bantalku menjadi tegak lalu menyandarkannya pada tembok tak jauh dari kasur gulungku, merebahkan kepalaku disana. Lalu dengan pelan aku mengusap pipi seorang pria yang tidur lelap di sebelahku dengan wajah polos khas anak kecilnya. Aku beruntung dia belum membuka matanya, aku takut. Sebab matanya dapat menenggelamkanku pada berjuta kebahagiaan yang membuatku tak mau berpaling dari dua mata itu.

Aku beralih mengusap rambut yang menghalangi keningnya, aku mengecup kening itu lembut lalu melanjutkan lagi kegiatanku mengagumi wajahnya. Tidak ada kata lain yang bisa ku lontarkan selain sempurna, bukan hanya aku yang jatuh pada pesona wajah ini. Puluhan bahkan ratusan gadis yang ada di universitas kami sangat mengagumi ketampanannya, dia punya julukan ‘wajah karakter manga’ dan ku akui hal itu benar. Namun ada satu hal lagi yang membuatku jatuh hati padanya, kebaikan hatinya.

Dia tipe orang yang tanpa pamrih akan menolong siapapun, dan aku sangat menyukai sifatnya itu. Berkat sifatnya itu aku bisa belajar banyak hal terutama, hidup bukanlah seberapa banyak harta yang kau miliki, atau seberapa cerdasnya dirimu tapi hidup akan lebih berarti saat kau berbagi. Prinsipnya yang sangat aku sukai.

Jari telunjukku mulai menelusuri garis bibirnya, lembut dan terlihat sangat menawan. Bibirnya, salah satu daya tariknya juga. Aku beruntung dapat memiliki bibir ini, dapat memiliki dia.

“Kau nakal!” aku tersentak saat tangannya menghalangi jari telunjukku untuk menelusuri lebih jauh bibir merah alaminya. Matanya saat ini terbuka sempurna, padahal aku yakin tadi masih terpejam.

“Eoohh…” kataku salah tingkah karena dia berhasil menangkap basah kegiatan rahasiaku.

Would you?” dia memajukkan bibirnya dengan sedikit aegyo, bermaksud agar aku mau memberinya morning kiss.

Wajahku memanas, “Kau hampir terlambat Tuan Lee!” Aku bangkit lalu meninggalkannya yang masih nyaman berada di kasur gulung itu, oh percayalah aku sangat tergoda untuk memberinya ciuman selamat pagi tapi yah, aku masih sedikit canggung. Jadi aku memilih untuk menuju dapur kecil kami, bersiap membuatkan sarapan sederhana untuknya sebelum dia berangkat kerja. Aku tidak bisa memasak banyak variasi makanan, hanya nasi goreng, telur mata sapi dan ramyeon. Itu sudah cukup bagus untuk ukuranku. Aku ingin belajar memasak varian yang lain tapi dapur kecil ini tidak memungkinkan, dan sayangnya lagi kami tidak memiliki peralatan dapur yang lengkap.

plaaaak,

Aku menangkupkan kedua tangan ke pipiku sendiri, syukuri apa yang ada sekarang dan berhentilah mengeluh Choi Hyesun!

“Aku mau morning kiss ku…” aku mendengar suara itu tepat di telingaku.

Ya! oppa. Kau mau membuatku terpanggang huh?” aku dengar dia hanya terkekeh. Lalu dia mendekap pinggangku erat sambil menghembuskan napasnya di leherku, membuatku menggelinjang sedikit kehilangan konsentrasi menggoreng telur mata sapi itu, aku berharap telurnya tidak akan gosong.

“Kau jahat Nyonya Lee, kau sudah diam-diam menelusuri wajahku saat aku tidur tapi kau tidak mau bertanggung jawab!” sekarang aku tertawa, ucapannya benar-benar membuatku merasa bahwa aku seorang pemerkosa yang dimintai pertanggung jawaban olehnya. Dasar!

Tapi Nyonya Lee?

Aku merasakan jantungku melompat-lompat gembira, aku sangat menyukai panggilan baruku itu…

Dan, aku rasa pertahanku mulai goyah. Aku memutar badanku lalu mulai memiringkan wajahku. Memberikan haknya yang sedari tadi dia tuntut, dan entah berapa lama. Yang aku tahu setelah itu tercium bau gosong dari telur mata sapiku.

*

***

*

Donghae oppa sedikit tergesa-gesa tadi, dia sarapan kurang dari lima menit. Untungnya dia masih bisa mandi, karna jika tidak dia harus berangkat kerja tanpa mandi. Dia sudah berangkat kerja  jadi di rumah ini tinggal aku seorang.

Sepi, aku tidak seharunya memikirkan ini tapi sekarang aku berpikir alangkah bahagianya jika rumah kami segera terisi oleh tangis dan tawa seorang bayi. Oke, aku rasa aku sudah benar-benar melantur. Kami baru sebulan menikah jadi kehadiran seorang bayi nampaknya masih terlalu dini.

Aku menikmati tugasku sebagai istrinya, membersihkan rumah, mencuci piring, mencuci baju, semua itu aku lakukan dengan senang hati. Dan aku benar-benar bersyukur meskipun kami hanya tinggal disebuah apartemen kecil dengan fasilitas seadanya, aku yang dulu selalu menganggap orang yang bilang asal dengan cinta semua hal menjadi mungkin adalah seorang pembual.

Tapi nyatanya kini aku merasakannya sendiri, aku bisa hidup pas-pasan begini, tapi aku bahagia. Sebab aku menjalani hari-hariku dengan orang yang kucintai.

Aku mengunci pintu apartemen kami, aku akan keluar sebentar membeli beberapa bahan untuk makan malam kami.

Baiklah aku akan jujur, aku akan masak ramyeon malam ini dan aku kehabisan daun bawang-_-

Aku merapatkan mantelku dan membenarkan posisi syal ku yang sedikit miring, musim gugur di Seoul memang dingin. Aku memperhatikan orang-orang yang berjalan tergesa-gesa lainnya, mereka lebih tergesa-gesa dari pada aku. Ada beberapa anak sekolah yang aku yakin tergesa-gesa menuju tempat kursusnya dan beberapa orang yang terlihat seperti mahasiswa, melihat mereka sekilas seperti melihat bayangan diriku sendiri beberapa bulan yang lalu. Aku juga sama sibuknya seperti mereka, waktu yang berpacu selalu menuntut untuk dikejar. Hingga, sebulan yang lalu aku memutuskan untuk berhenti, aku menemukan seseorang. Seseorang yang membuat hidupku lengkap, Lee Donghae.

Aku menatap langit senja yang terlihat berkilauan, cahaya berwarna jingga membuat suasana terbawa efek romantis. Donghae oppa, apa sekarang kau juga melihatnya? Langit saat ini terlihat sangat indah!

“Hyesun-ah!” aku menghentikan langkahku, lalu menoleh kebelakang.

“Henry!” aku melihat sahabat sejak kecilku itu tergesa-gesa menghampiriku, seakan aku ini hanya fatamorgana yang bisa hilang dengan cepat.

“Sahabatku yang jahat, kau pergi kemana saja huh?” sisa beberapa langkah, dia merubah larinya menjadi langkah-langkah kecil. “Maafkan aku, aku tahu kau merindukanku Henry…hehehe.” candaku, dan dia tertawa mendengar kenarsisanku yang tidak pernah hilang ini.

“Kau tidak tahu, kau tidak tahu seberapa rindunya aku padamu!” Dia menarik bahuku cepat, lalu menenggelamkanku pada pelukannya. Aku hanya bisa mengerjap heran, dia…

“Ya! Kau hanya tak melihatku selama sebulan Henry, tapi kau memelukku seakan-akan aku ini sudah menghilang ratusan tahun!” Aku mendorong tubuhnya, menyudahi pelukan kami. Aku sekarang sudah menikah dan berpelukan dengan seorang laki-laki yang bukan suamiku membuatku tak nyaman meskipun itu adalah Henry.

“Aku tidak bisa menemukanmu di kampus,” aku menatap matanya sebentar lalu dia melanjutkan. “dan ternyata kau sudah lama meninggalkan rumah…”

Aku tersenyum kecil.

“Kenapa? Kenapa harus begini Hyesun-ah?” Aku tersentak, aku benci siapapun yang menanyakan hal itu, kenapa? bagaimana bisa? haruskah?

“Aku mohon Henry, aku tidak ingin kau jadi orang yang aku benci. Jangan menanyakan apapun tentang sesuatu yang tidak ingin kubicarakan.” Henry kaget melihat ekspresi wajahku yang mendadak muram, dia kemudian terdiam. Menyelami pikirannya sendiri, matanya bergerak-gerak seakan tengah memilah kata-kata yang akan dia keluarkan nanti.

“Henry, maaf aku tidak bisa lama-lama. Aku harus memasak makan malam.” Aku mengangkat kantung belanjaanku, berusaha menyakinkan dia bahwa aku benar-benar sibuk.

“Tunggu!” Aku mengerutkan keningku, memiringkan sedikit kepalaku heran.

“Kau benar-benar sudah menikah dengan dia, dengan Donghae sunbae?”

Ne!” aku mengangguk, kemudian tersenyum. Lalu mengangkat tangan kiriku, di jari manisnya tersemat sebuah cincin. Cincin pernikahan kami.

“Kau tidak mengucapkan selamat?” tanyaku heran.

Henry menatapku lama, lalu akhirnya dia mengatakannya. “Cukhae!”

*

***

*

“Selamat datang!” Saat pintu apartemen terbuka terlihat Donghae oppa muncul dari balik pintu, segera saja aku berlari ke arahnya. Memberinya sebuah pelukan selamat datang.

Lama aku tidak merasakan balasan darinya, kemudian aku melepaskan pelukanku. Aku baru sadar kalau Donghae oppa terlihat berbeda tak seperti biasanya, wajahnya seperti tak bergairah dan sedikit pucat.

“Apa yang terjadi oppa? apa terjadi masalah?” tanyaku.

Donghae oppa menggeleng, lalu menatapku. “Kau bahagia menikah denganku?” ada apa? kenapa tiba-tiba menanyakan hal ini. “Tentu saja oppa.” jawabku langsung tanpa ragu.

“Kau tidak sedang berbohongkan?” mataku melebar.

“Kenapa kau berpikir bahwa aku sedang berbohong?” aku menarik napas frustasi, pertemuan dengan Henry tadi benar-benar membuatku merasa buruk dan sekarang bahkan Donghae oppa -suamiku- berpikir bahwa aku tidak bahagia menikah dengannya.

“Maafkan aku, aku hanya…sedang ada masalah di kantor.” Donghae oppa meraih tanganku. Matanya berkilat-kilat, menyisakan sebuah penyesalan.

“Sebaiknya oppa mandi dulu!” aku melepaskan tangannya, beranjak ke dapur untuk mempersiapkan makan malam.

*

***

*

Kami tidak biasa bertengkar lama-lama, nyatanya sekarang kami ada di dapur berdua. Bersama-sama memasak ramyeon, aku memotong-motong daun bawang, sawi dan wortel sedangkan dia sedang menunggu air di panci mendidih.

“Kenapa nasinya dari tadi tidak matang-matang sih?” gumamku heran. Sudah satu jam lebih aku menunggu nasi di rice cooker matang, tapi dari tadi masih berupa beras yang terendam air. Aku memeriksa kabel rice cooker, tertancap tepat ke stop contact. Dan tentu saja saat ini tidak sedang mati lampu.

“Apa rice cooker kita rusak?” Donghae oppa menghampiriku, kami berdiri bingung di depan rice cooker.

“kemarin masih berfungsi dengan baik, lagi pula ini rice cooker baru kan oppa.” kataku, bahkan kami baru membelinya sebulan lalu saat kami pindah kemari.

“Lalu, apanya yang salah?” gumam Donghae oppa sambil membuka-tutup rice cooker, ada uap panas yang keluar tapi tidak begitu panas. Mungkin hanya cukup untuk menghangatkan nasi saja, tidak cukup untuk membuatnya matang.

Aku mengerutkan alisku, apa tadi yang kupikirkan?

Aku memeriksa tombol cooking dan warm di rice cooker, nah benarkan. Aku lupa tidak memencet tombol cooking, pantas saja nasinya tidak matang-matang!

Donghae oppa tersenyum lalu mengacak-acak rambutku gemas. “Dasar pelupa,” aku mengerucutkan bibirku. “Kepalamu itu terlalu banyak berisi aku,hehhe…” kata oppa narsis. Tapi dia memang benar.

“Cissh…Terlalu percaya diri!”

“Benarkah? benar kau tidak memikirkanku setiap saat? aku tahu kau Hyesun-ah, mungkin tiap melihat langit kau akan mengingatku, tiap melihat laut kau mengingatku, disetiap hembusan napasmu kau mengingat diriku.” Aku tersenyum, mengingat bahwa tadi sore saat langit berubah menjadi jingga, aku mengingatnya. Dia benar, disetiap hembusan napasku ada dia. Tidak salah sama sekali.

“Dan seberapa besarnya kau mencintaiku aku lebih mencintaimu Hyesun-ah.” katanya sambil mengerlingkan satu matanya padaku. Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum. Dia pintar sekali mengambil hatiku.

Saranghae!” Aku mengecup bibirnya sekilas.

“Bagaimana kalau kita batalkan saja acara makan kita?” katanya kemudian sambil meraih tanganku, menyeretku hingga kepalaku menabrak dadanya yang bidang.

Wae?” kataku sedikit menggerutu.

“Bukankah kita masih pengantin baru?”

Aku menyipitkan mataku, sedang dia ternyata memasang ekspresi tajam seolah aku ini makanan.

Aku mengerti arti tatapan itu.

“Tidak, kau harus makan oppa. Aku tidak mau kau sakit.”

“Aiissshh…”

*

***

*

Aku mengambil dua buah cangkir dari almari dapur yang berisi satu set perlengkapan minum teh, lalu mulai menyeduh teh untuk tamu pertama yang berkunjung ke apartemen kami. Dia, ada di ruang duduk kami yang berukuran lima kali lima meter. Entah apa yang dia pikirkan saat ini tentang apartemen kami, sedikit kecewa mungkin. Lantaran ia harus duduk di sofa yang sama sekali tak empuk atau dia sedang mencemoohku lantaran aku mau hidup dalam dunia yang sama sekali berbeda dengan dunianya. Duniaku yang dulu.

“Ini teh mu Hyunhee-ya.” Aku meletakkan nampan itu di meja. Lalu meletakkan satu cangkir di dekatnya, cangkir yang satunya aku taruh di dekatku.

“Terima kasih.” Hyunhee menatapku lalu tersenyum, tapi dia kelihatan tidak tertarik untuk meminum teh yang ada di hadapannya.

“Bagaimana bisa kau tahu aku tinggal disini? Henry yang memberi tahumu?” tanyaku tanpa mau ambil pusing dengan sikapnya. Dia tidak seburuk kelihatannya. Aku tahu itu.

Hyunhee menatapku dengan lebih lembut, lalu dia menunduk. “Bukan, Henry tidak pernah datang ke rumah lagi semenjak terakhir kali dia mencarimu. Hyesun-ah, aku tahu kau tidak akan menurutiku tapi aku harus mengatakan ini. Kau harus pulang! Kau harus mengakhiri semua ini!”

Aku terkesiap dengan kata-katanya yang frontal. “Jangan mulai lagi Hee-ya. Kau tahu aku tidak mungkin kembali, aku sudah memilih.” Aku meraih ujung kaos yang kukenakan, meremasnya kesal.

“Kau masih bisa kembali, semuanya belum terlambat!” Hyunhee mulai menatapku lagi. Ada sedikit kekhawatiran disana.

“Tidak, aku telah memilih hidup bersama Donghae. Aku tidak keberatan meski mereka menghapusku dari daftar keluarga, sama sekali tak keberatan.”

Hyunhee menarik napas dalam. Mengumpulkan lagi kesabarannya, tapi percuma saja. Aku tidak akan kembali ke rumah.

“Bagaimana bisa kau membuang keluargamu?” nada bicara Hyunhee menjadi lebih tinggi dari sebelumnya.

“Karena keluargaku tidak bisa menerima Donghae.”

“Bodoh!”

Aku tersenyum miris, bagi mereka aku memang bodoh. Melepaskan semua gelar keluarga terpandang demi menjadi istri seorang laki-laki yang sama sekali tidak sederajad. Tapi bagiku itu adalah keputusan yang paling benar, aku tidak mau hidup di tengah-tengah keluarga yang memandang seseorang berdasarkan harta maupun kedudukannya.

“Cukup bodoh untukmu. Tapi aku bahagia.”

“CHOI HYESUN!!!” Hyunhee berdiri, amarah tercetak jelas diwajahnya.

“Ya, sepupu?”

“Jika saat ini kau sedang bermain-main maka kau harus berhenti sekarang,karena mereka bisa merebut mainanmu secara paksa jika mereka mau. Kau bisa lari, tapi kau tidak pernah bisa bersembunyi! Hentikan sebelum keegoisanmu membuat seseorang celaka!” Hyunhee berjalan menuju pintu, membantingnya dengan keras.

*

***

*

~Donghae’s POV~

Hyesun masih asyik bersandar di bahuku sambil tertawa lepas menonton film yang kami sewa tadi di rental film tak jauh dari apartemen. Aku tidak memperhatikan sama sekali film itu sebab dari tadi aku hanya memandangi wajahnya. Dia jarang memperlihatkan wajah murung di depanku, selalu tersenyum. Kadang tertawa lepas, tapi hatiku selalu berkata bahwa dia berpura-pura tabah.

Aku merasa sangat bersalah padanya, demi hidup bersamaku-menjadi istriku-. Dia rela meninggalkan semua kenyamanan, harta, kedudukan, dan keluarganya. Fakta bahwa keluarga Choi menginginkan seorang menantu dari kalangan sederajad-lah yang membuat kami senekat ini. Awalnya tentu saja tak mudah dan jujur saja aku tidak bisa melihatnya harus hidup susah bersamaku. Tapi lagi-lagi dia selalu tersenyum, tidak pernah mengeluh. Hal itu yang membuatku merasa sedikit lega.

Dia tidak protes meski sebagai suaminya aku tidak bisa menghadiahkan honey moon mewah seperti keliling eropa melainkan hanya berlibur ke Mokpo tempat asalku, bahkan apartemen kami tidak bisa dibandingkan dengan kamar pelayan keluarga Choi. Harga diriku sebagai seorang laki-laki terluka, tapi lagi-lagi senyumnya memberiku harapan. Aku tidak sepenuhnya gagal.

Wae?” tanyaku saat dia mulai mengangkat kepalanya, tidak bersandar di bahuku lagi.

Bukannya menjelaskan apa yang terjadi dia malah buru-buru berlari menuju kamar mandi, aku mengikutinya dari belakang. Khawatir terjadi sesuatu.

“Hoooeeeekkkss!” kedua tangan putihnya berpegangan erat pada wastafel, sementara ia sibuk memuntahkan semua isi perutnya.

Gwenchana?” aku memijat tengkuknya pelan dari belakang. Dia mengangguk lemah, menarik napas panjang lalu mulai menyalakan kran untuk berkumur.

“Kau terlalu lelah, jangan memaksakan diri.” kataku sambil memapahnya menuju kamar kami, aku meninggalkannya di depan pintu sementara aku meraih kasur gulung kami, membereskannya agar dia bisa langsung tidur. Sial, lagi-lagi aku kecewa pada diriku sendiri. Harusnya aku bisa memberinya sebuah kasur spring bed dan selimut tebal di saat seperti ini.

Oppa…” panggilnya pelan.

Ne?” aku hampir menyelesaikan semuanya saat dia memanggilku, aku menengok kebelakang. Menengok ke tempatnya berada.

Dia menghampiriku, meraih tanganku lalu menempelkannya ke perutnya kemudian tersenyum.

Aku menautkan kedua alisku tak mengerti.

“Selamat, kau akan menjadi seorang appa!”

“ne…MWO?!”

“Harusnya beberapa hari yang lalu periode mestruasiku oppa, jadi tadi aku mencoba tes kehamilan dan hasilnya positif. Aku hamil!” Hyesun langsung memelukku erat.

Jinjja? Hyesun-ah aku sangat bahagia. Terima kasih, aku benar-benar merasa telah menjadi  lelaki sempurna sekarang. Terima kasih sayang!” Aku mengecup puncak kepalanya. Kemudian merapatkan pelukan kami.

Terima kasih Tuhan!

*

***

*

~Hyesun’s POV~

“Henry?” aku sedikit terkejut saat mendapati Henry ada di luar apartemenku. “Kau tidak ada kuliah saat ini?” mengingat bahwa siang hari seperti ini biasanya dia sedang berada di kelas mengikuti perkuliahan, aku sedikit curiga kalau Henry bolos.

“Aku ingin bicara!” Henry meraih tanganku, menariknya paksa. Aku tidak bisa menolak karena sepertinya ini serius. Henry yang sekarang ada di hadapanku sangat berbeda dengan Henry yang selama ini kukenal. Apa yang telah terjadi padanya?

Henry mulai melongarkan tangannya saat kami sampai di bawah pohon rindang di kompleks taman apartemen, dia beberapa langkah ada di depanku. Membelakangiku sehingga dari tempatku berada aku hanya bisa melihat punggungnya.

“Hyesun-ah, aku minta maaf padamu tapi aku harus mengatakan ini…”

Aku menelan ludah, apa lagi-lagi dia akan mengungkit keluargaku, keluarga yang sudah kutinggalkan. Rasanya ingin kukubur dalam-dalam masa lalu kelam tentang keluarga itu. Sebenarnya mereka tidak pantas disebut sebagai keluarga, hanya sekumpulan orang busuk dengan mindset yang busuk pula.

“Hyesun-ah, aku mencintaimu…”

DEG!

Henry? Mencintaiku?

“Saat orang tuamu menjodohkan kita aku sangat gembira karena akhirnya Tuhan mengabulkan doaku untuk bisa menjadikanmu pendamping hidupku tapi aku benar-benar terluka saat kau kabur sebelum pesta pertunangan kita, dan saat aku menemukanmu ternyata kau sudah menikah dengan orang lain. Maafkan aku karena meskipun saat ini kau sudah menikah aku masih belum bisa melupakanmu, aku tahu harusnya tidak begitu tapi aku rasa kau harus tahu alasannya…”

Aku tidak pernah melihat Henry serapuh ini, aku jadi merasa berdosa telah membuat hatinya terluka sedalam ini. Tapi bagaimana bisa Henry mencintaiku, apa selama ini Henry terlalu pintar menyembunyikan perasaannya. “Tidak Henry, aku yang salah… Aku meninggalkan pesta pertunangan kita begitu saja tanpa memberi tahumu apa-apa. Maafkan aku!” Aku menghampiri Henry. Mencoba memperkecil jarak diantara kami tapi aku menghentikan langkahku saat melihat dua tangan Henry terkepal erat. Dia menangis!

*

***

*

Donghae oppa meraih tubuhku, memeluknya hangat. Aku menenggelamkan kepalaku ke dada bidangnya untuk menghirup aroma tubuhnya yang sangat wangi. Dia mulai mengusap puncak kepalaku sayang dan aku mulai terbuai, dia kemudian meraih daguku. Tinggiku yang lebih pendek darinya membuat keningku yang saat ini ada di depan bibirnya. Dia mengecupnya lama, dan aku benar-benar merasa bahwa dia sangat mencintaiku.

Aku meraih tangannya, menempelkannya di perutku. “Kau ingin anak perempuan atau laki-laki?” Aku menatap wajahnya memperhatikan baik-baik ekspresi wajah apa yang dia berikan, dan dia nampak sangat bahagia. “Aku suka keduanya, yang mana saja boleh.”

Aku tersenyum kecil, dia memang tidak pernah menuntut apa-apa dari orang lain. Tipe yang menerima dengan apa adanya, dan rupanya sifat itu terbawa hingga kepernikahan.

“Aku ingin seorang Donghae junior yang mewarisi wajah tampan ayahnya, tapi aku tidak mau dia pendek seperti ayahnya…” godaku, Donghae oppa tertawa kecil sambil memencet hidungku.

“Hyesun junior mungkin lebih lucu, tapi tentu saja sifatnya harus seperti aku karena sifat 4D ibunya sangat mengkhawatirkan…” Dia membalasku. Saat aku ingin melayangkan sebuah pukulan dia malah menunduk, aku kira awalnya dia melakukan itu untuk menghindari pukulanku tapi aku salah besar. Rupanya dia berjongkong agar tingginya sejajar dengan perutku.

Dia mengusap perutku pelan, “Kau harus lahir dengan sehat dan harus bisa menjaga ibumu.” Bisiknya pada perutku.

“Apa yang kau katakan oppa, kau juga harus menjaga aku dan anak ini!”

“Iya, tentu saja.”

*

***

*

Aku menempelkan ponselku pada telingaku erat, sudah ratusan kali aku mencoba menghubungi Donghae oppa sejak dua hari yang lalu tapi hasilnya masih sama, dia tidak menjawab panggilanku. Sudah dua malam aku tidak bisa tidur karena dia tidak kunjung pulang, aku takut terjadi sesuatu padanya.

“Halo…”

“Halo ini Lee Donghae, saat ini aku sedang sibuk, tolong tinggalkan pesan. Terima kasih.” Lagi-lagi hanya suara mesin penjawab.

“LEE DONGHAE KAU KEMANA?!” Aku menangis, aku hanya tahu menangis beberapa hari ini. Entahlah rasanya saat ini aku tidak bisa melakukan apapun kecuali menangis.

“Kau jahat!!” Aku membiarkan tubuhku merosot kelantai, memukul-mukul lantai kayu itu frustasi. Lee Donghae, kau tega membiarkanku menderita seperti ini!

Ting…tong…

Isakanku berhenti begitu aku mendengar seseorang memencet bel apartemen, oppa?

Tangisanku berganti dengan sebuah senyum yang mengembang, akhirnya kau pulang juga oppa. Aku tidak mempedulikan tubuhku yang lemah karena mengabaikan makan maupun fakta bahwa saat ini aku sedang mengandung. Aku ingin melihat suamiku!

“Henry?” aku hanya bisa kaget saat mendapati pemuda itu yang ada di hadapanku bukannya Donghae oppa.

“Hyesun!” Dia langsung memelukku.

“Ya! Apa yang kau lakukan?” Aku memukul-mukul tangannya, meronta agar dia melepaskan pelukannya tapi dia bersikeras untuk terus memelukku.

“Hyesun-ah kau harus tabah!”

Wae?”

“Donghae sunbae…”

“Apa yang terjadi dengannya?”

“Dia ada dirumah sakit, sekarat!”

“APA?” Dan rasanya saat ini duniaku seperti runtuh. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, tapi yang jelas aku tidak sadarkan diri.

*

***

*

~Author’s POV~

Suara kardiograf mendominasi ruangan ICU di rumah sakit pusat Seoul itu, Hyesun hanya terpaku di tempat duduknya yang berada di sebelah ranjang Donghae yang masih tidak sadarkan diri sedangkan Henry memilih untuk berdiri di belakang Hyesun, memberikan ketabahan pada gadis yang dicintainya itu dengan meletakkan tangan di bahunya. Tapi ia sadar Hyesun tidak merasakan bahwa ada seseorang yang peduli padanya sedang berdiri di belakangnya, Henry sangat khawatir dengan kondisinya yang jauh dari katabaik. Gadis itu sejak sampai ke ruangan ini hanya terfokus pada Donghae, suaminya. Dan Henry sadar betul, memang ada jarak antara dia dan Hyesun. Sebuah pernikahan.

“Apa yang terjadi padanya?” Tanya Hyesun dengan pandangan yang kosong, meskipun wajahnya menghadap Donghae yang masih terbaring tapi Henry sadar bahwa pikiran Hyesun memang melayang jauh.

“Entahlah, aku tahu dari salah satu suster disini yang melapor ke ayahku -pemilik rumah sakit ini- kalau salah satu pasiennya bernama Lee Donghae, dari kartu mahasiswa yang di temukan di dompetnya suster itu pikir bahwa dia teman kuliahku, atau minimal aku kenal karena sudah beberapa hari dia dirawat di rumah sakit ini tak sadarkan diri.”

“Lee Donghae, buka matamu! Katakan Apa yang telah terjadi padamu!” Hyesun berubah histeris, dia mengguncang-guncangkan tubuh Donghae. Tapi percuma saja, Donghae masih menutup matanya erat.

“Oh iya, katanya ada semacam surat di jaketnya!” Henry berusaha mengalihkan kehisterisan Hyesun, dia teringat pesan seorang suster bahwa ada semacam surat yang di temukan di saku jaket Donghae.

“Aku menyimpannya di laci!” Kata Henry sambil bejalan kearah lemari kecil disudut kamar itu, membuka lacinya lalu menyerahkan amplop putih itu kepada Hyesun.

Hyesun terdiam sejenak, tidak melakukan apapun kecuali menatap amplop putih ditangannya.

“Cek senilai seratus juta won!” kata Hyesun saat membuka amplop itu.

Hyesun menatap Henry dibelakangnya, Henry menaikkan bahunya. “No idea…” kata Henry kemudian.

*

***

*

Tiiiiiiiiiiiiiiit…

Sudah satu minggu Donghae terbaring di rumah sakit, dokter telah melakukan berbagai macam pemeriksaan untuk mengetahui penyebab Donghae kritis. Dokter berkata bahwa Donghae adalah korban dari praktek penjualan organ illegal, karena dokter menemukan bahwa salah satu ginjal Donghae tidak ada.

“Kenapa dia harus melakukan itu?” isak Hyesun saat Henry mendampinginya untuk melihat Donghae untuk terakhir kali.

“Mungkin dia melakukannya karena ingin melihatmu bahagia…”

“Aku sudah cukup bahagia selama dia ada di sisiku Henry, aku bahagia!”

“Tapi dia merasa dia belum cukup memberimu kebahagiaan. Dia melakukannya demi kau dan bayimu!”

“Kau tahu aku hamil?”

“Ne, Donghae sunbae menceritakannya padaku. Aku tahu alamat apartemenmu karena dia yang meneleponku dan memberitahukannya. Dia pernah memintaku untuk membawamu kembali, dia takut kau tak bahagia bersamanya. Tapi aku gagal melakukannya karena kau sangat mencintainya, dia salah. Kau sangat bahagia saat bersamanya!”

“Lee Donghae bodoh!”

“Dia sangat mencintaimu, itulah sebabnya dia melakukan semua ini. Dia dipecat dari perusahaannya dan kau sedang hamil, aku tidak tahu apa yang dipikirkannya saat memutuskan untuk melakukan ini!”

“Dia dipecat?”

“Keluarga Choi yang membuat dia dipecat, intimidasi yang mereka lakukan pada direktur perusahaan tempat sunbae bekerja mau tidak mau mereka harus memecat Donghae jika mereka mau bisnis mereka tetap lancar tanpa sandungan keluarga Choi!”

“Bodoh! Harusnya aku tahu iblis seperti mereka tidak akan tinggal diam! Bahkan Hyunhee sudah memperingatkanku!” Hyesun memukul-mukul kepalanya sendiri, mengutuk kebodohan dirinya.

“Kau tidak boleh menyalahkan dirimu Hyesun-ah. Dia pernah berkata bahwa dia tidak pernah menyesal menikah denganmu. Dia mencintaimu, sangat mencintaimu! Biarkan dia pergi dengan tenang!”

Henry merapatkan pelukannya pada sosok rapuh yang menangis tersedu dipelukannya, gadis itu menangisi kepergian suami yang sangat dia cintai. Suami yang memberikannya sebuah kebahagiaan meskipun singkat. Henry tidak peduli lagi apakah gadis itu mencintainya atau tidak yang jelas Henry merasa bahwa dia tidak bisa pergi sekarang, gadis itu membutuhkannya dan hati kecil Henry berkata bahwa dia harus mendampingi gadis itu agar dia tidak berbuat nekat.

*

***

*

R.I.P

Lee Donghae

Hyesun tak henti-hentinya menyeka air mata yang mengalir dari dua pelupuk matanya saat nisan itu bertuliskan nama suaminya meskipun sudah ratusan kali dia mengerjap dan berdoa dalam hati kalau dia benar-benar salah melihat, tapi nihil. Pusara itu memang, pusara suaminya. Lee Donghae. Mulai saat ini dia harus belajar untuk menghadapi kenyataan bahwa dia akan memulai tugas barunya sebagai seorang ibu tanpa ditemani Donghae.

Hyesun mengusap perut buncitnya pelan, perih. Kenapa semua ini harus terjadi pada dia dan anaknya? Kenapa dunia begitu tidak adil. Saat diluar sana banyak keluarga bahagia yang masih lengkap anggotanya, dengan ayah-ibu dan anak mereka. Kenapa dia dan anaknya harus tertimpa nasib pahit seperti ini. Yah, Semua karena keluarga CHOI!

“Kau mau melakukan apa setelah ini?” Henry yang dari tadi berdiri di samping Hyesun mulai angkat bicara.

“Entahlah…” jawab Hyesun lemah.

“Kau bisa tinggal dirumahku kalau kau mau, aku sudah bicara pada orang tuaku dan mereka mau menerima kehadiranmu jika kau tidak keberatan mereka menjagamu sementara aku kuliah…”

“Tidak, aku tidak mau merepotkan keluargamu. Keluarga Lau dan dirimu sudah terlalu baik padaku, aku tak mau kalau…” Hyesun merasakan tenggorokannya tercekat, dia harus menghindari semua yang mungkin keluarga Choi lakukan pada keluarga Henry jika mereka tahu dirinya dibantu oleh keluarga Henry.

“Kau mencemaskan kami? Tenanglah, kami memang tak sekaya keluargamu di Korea tapi kami jamin kau aman jika kau mau ikut ke China.”

“Tidak, aku akan menangani ini sendirian. Aku bisa!” kata Hyesun sambil terus meyakinkan Henry. Dia tidak boleh melibatkan siapapun kedalam masalahnya, kejadian yang menimpa Donghae merupakan pukulan telak baginya bahwa dia telah salah memilih musuh. Dan kalau setelah ini keluarga Choi belum puas membuat perhitungan dengannya maka dia tidak bisa melibatkan Henry. Pemuda itu terlalu baik untuk terseret pusaran masalahnya. “Carilah gadis lain Henry, kau pantas bahagia. Aku berterima kasih atas kebaikanmu selama ini.”

“Tidak, aku tidak akan meninggalkanmu!”

“Tolong Henry…” kata-kata Hyesun terputus saat ia menyadari beberapa meter di depan mereka ada serombongan orang yang disertai body guard berbaju hitam-hitam yang mengawal mereka. Keluarga Choi!

Ibu, Ayah, Kakaknya Siwon, Sepupunya Hyunhee dan seorang gadis muda mungkin seusia dirinya yang dia baru lihat saat ini. Tapi dari dandanannya Hyesun seakan tidak asing, entahlah. Dia hanya merasa dandanan gadis itu mirip dengan gaya berpakaiannya saat dia masih tinggal di rumah keluarga Choi, bahkan potongan rambutnya juga mirip.

Ahjuma, Ahjussi, Hyung, Hyunhee, annyeonghaseyo!” kata Henry sopan sambil membungkukan badannya sementara Hyesun menatap sinis kedatangan rombongan keluarga Choi itu.

“Henry, sedang apa kau disini? Menghabiskan waktumu untuk hal yang tak berguna, sebaiknya kau kuliah saja yang benar. Aku khawatir dengan kelangsungan bisinis keluarga Lau dikemudian hari.” Kata Nyonya Choi yang membenarkan posisi kacamata hitamnya.

“Lama tidak bertemu Hyesun…” kata Siwon pada adiknya. Hyesun hanya tersenyum kecut, dia yakin kakaknya terlibat dalam mengintimidasi direktur perusahaan tempat Donghae bekerja, karena selama ini kakaknya itu memang menjadi kaki-tangan orang tuanya yang paling setia sementara ayah atau ibunya hanya tinggal memberi perintah sambil menikmati wine mahal mereka di private island bersama kolega-kolega bisnis mereka.

Hyesun beralih pada Hyunhee, gadis baik sepertinya tidak pantas berada diantara rombongan iblis-iblis itu. Dia harusnya terlahir di keluarga Park, Cho, Lee atau manapun tapi dia sama bernasib buruk seperti Hyesun, terjebak dalam keluarga paling mematikan di dunia. Keluarga Choi. Hanya bedanya Hyesun telah merasakan akibat dari perbuatannya menentang keluarga itu sedang Hyunhee masih nyaman hidup ditengah-tengah mereka. Paling tidak Hyunhee tidak perlu merasakan kepahitan yang Hyesun rasakan.

Hyesun menatap ayahnya sebentar, kemudian dia menggeleng. Ayah dan Ibunya benar-benar keterlaluan. Bagaimana mungkin orang tua bisa membuat hidup anak kandungnya sendiri menjadi berantakan.

“Aku kemari ingin mengenalkan seseorang pada kalian,” gadis yang tidak dikenal Hyesun maupun Henry itu maju, tersenyum pada keduanya.

“Dia anak kami, Choi Hyesun! Choi Hyesun yang baru, dia akan secara resmi diperkenalkan sebagai anak gadis keluarga Choi. Dia penurut, kami menjanjikan hidup mewah padanya asal dia mau menuruti semua kata-kata kami dan dia setuju. Jadi kami kesini hanya untuk meminta Lee Hyesun menandatangani berkas bahwa dia resmi dicoret dari keluarga Choi dan kehilangan haknya atas semuanya, sebut saja kontrak pemutusan hubungan keluarga!” Hyesun dan Henry terpaku ditempatnya, mereka ternyata selama ini tumbuh dilingkungan keluarga iblis. Entah sebutan apa yang cocok untuk keluarga macam ini.

Annyeonghaseyo Choi Hyesun imnida.” Kata gadis itu lalu tersenyum, senyum yang penuh kepalsuan.

“Kalian orang sibuk bukan, karena berkas tidak penting seperti itu kalian jauh-jauh datang kemari? Heh, aku merasa sangat terhormat!” kata Hyesun ketus. Dia melirik ibunya dengan tajam. Dia merasa sangat menyesal pernah mengagumi sosok ibunya, sekarang dia baru sadar bahwa wanita angkuh dihadapannya tak lebih dari iblis betina,ular berbisa.

Pardon, maaf kalau kau jadi berpikiran seperti itu tapi kami kemari hanya ingin melihat pria malang yang harus mati karena keegoisan seseorang. Ini cambuk bagi keluarga Choi yang lain agar mereka tidak menghianati keluarganya!” Hyesun melirik Hyunhee, gadis itu menggigil ketakutan. Dia tahu bahwa ucapan orang tua Hyesun itu ditujukan baginya.

“Baiklah, kami akan meninggalkan berkas ini disini, dua hari lagi akan ada orang yang mengambilnya.” Kata Nyonya Choi sambil memberi kode pada salah satu body guard agar menyerahkan berkas yang dimaksud pada Hyesun.

“Aku punya satu nasehat untukmu,” Ibu Hyesun melirik putrinya sebentar sebelum mereka meninggalkan kompleks pemakaman itu. “Do not start the game if you already know you’re eventually going to lose!” Wanita paruh baya itu tersenyum tipis, membenarkan posisi kacamatanya dengan tangan berbalut kaos tangan hitam lalu kembali berjalan untuk meninggalkan kompleks pemakaman diikuti keluarga Choi yang lain dan bodyguard mereka.

*

***

*

Aku berpikir, seandainya saat itu aku tidak lari dari pesta pertunanganku dengan Henry apa ada akhir yang berbeda untuk kami semua?

Yah, mungkin aku bisa bahagia karena Henry ternyata mencintaiku…

Dan mungkin disudut bumi yang lain Donghae masih hidup, bahagia dengan seorang wanita yang mencintainya.

Keegoisanku untuk bersama dengan seorang yang kucintai membuat semua orang harus menderita.

Anakku…

Anakku harus kehilangan ayahnya bahkan sekalipun, dia belum sempat bertemu dengan ayahnya. Semuanya salahku, aku melanjutkan hidupku dengan penyesalan besar atas semua keegoisanku di masa lalu…

Maafkan aku Lee Donghae, kau telah menjadi korban dari keegoisanku.

Aku merasa tidak pantas untuk berkata aku mencintaimu…

Tapi aku harap kau mau menepati janjimu untuk selalu menjagaku dan anak kita, aku tidak bisa melihatmu bukan berarti aku tak tahu bahwa dari atas sana kau menjaga kami. Terima kasih atas semua kebahagiaan yang kau berikan. Hiduplah disana dengan baik, kami mencintaimu.

 

PS : Donghae junior memiliki wajah tampan seperti ayahnya. Dia harus kuberi nama apa? Kata Henry dia harus memiliki namamu, apa aku boleh memberikan namamu padanya?

***

END

***

Mother of two ‘daughter’

Title                : Mother of two ‘daughter’

Author            : Chocola

Genre              : Humor, comedy, friendship, bro-sis ship *apaan nih-_-*

Length            : One shoot

Cast                 : 1. Choi Hyesun

                          2. Kim Heechul

Sub cast          : rahasia :p

 

 

***

 

 

 

Holla^^

Akhirnya saya PD untuk ngeluarin FF Gaje lagi, yatta^^

Mood harus bener-bener bagus buat ngeluarin FF kayak gini dan akhirnya saat ini-pun tiba

#slap

Dan akhirnya aku nemu‘hiburan’ yang bener-bener bisa bikin aku ketawa biarpun si ikan mokpo mau cipokan ama yeoja manapun-_-

Ok, Happy reading^^

 

 

***

 

 

Heechul menguap pelan lantaran hari ini dia bebas dari tugas wajib militernya, minggu yang tenang seperti ini sangat cocok untuk tidur siang dan menambah keremajaan kulit dia yang mulai dihinggapi keriput samar di usianya yang hampir di awali angka 3 itu.

 

 

Heechul lalu meletakkan remote TV ke atas meja, bersiap merebahkan tubuh  rampingnya  ke sofa living room rumahnya lantaran angin yang berasal dari pintu samping menyapanya dengan sangat ramah. Tidur, satu-satunya yang dia inginkan saat ini. Suasana sepi dan angin sepoi-sepoi membuat kantuknya mengambil kendali atas dirinya. Dua detik, waktu yang dibutuhkan kelopak matanya yang ditumbuhi bulu mata lentik khas barbie itu untuk terkatup.

 

 

“Zzzzzzzzz…” suara dengkuran Heechul beradu dengan suara dengkuran heebum yang sudah terlelap lebih dulu dari pada majikan cantiknya.

 

 

“OPPPPAAAAAA!!!!!!!!!”

 

 

Heechul mengerang sebentar, hening lagi. Matanya seperti terkena lem super yang membuatnya tidak bisa membuka mata meski otaknya sudah memerintahkan indera pengelihatan itu untuk membuka. Heechul memiringkan tubuhnya ke kiri, membuatnya semakin tenggelam ke dalam sofa putih berbulu yang tahun lalu di pilih Heejin –noonanya- untuk rumah mereka yang baru di renovasi.

 

 

“OPPPPAAAAAAAA!!!!!!” suara menggelegar itu kembali terdengar membuat dahinya mengkerut. Suara cempreng nan heboh itu hanya dimiliki oleh adiknya –adik angkat- yang sudah pasti tidak ada di sini karena adik angkatnya itu sudah di kirim jauh ke Amazon untuk summer camp sekolahnya atau Heechul lebih suka menyimpulkan kalau orang tuanya ingin suasana rumah kembali tenang lantaran hobby berteriak dan melebih-lebihkannya yang sering membuat keluarga KIM sakit kepala.

 

 

“KIM HEECHUL PABOOOOOOOOO!!!!!” Heechul langsung membuka matanya. Mirip seperti Bella Swan yang terbaring tiba-tiba membuka mata saat dia akhirnya berubah menjadi vampire di scene terakhir Breaking down.

 

 

“HYESUUUUUUUN!!!!!” teriak Heechul dengan nada tinggi dan melengking.

 

 

Oppa, rupanya kau disana!” dari arah pintu depan yang terbuka lebar muncul sosok seorang yeoja dengan kaos dan celana loreng-loreng serta wajah penuh coretan-coretan hitam. Mirip tentara perbatasan Korea Utara-Korea Selatan.

 

 

“Kau Hyesun?” Heechul memandang yeoja bertinggi 160cm itu takjub, putri manja yang hobby menghabiskan seharian waktunya di salon untuk perawatan hanya butuh waktu dua minggu di Amazon untuk membuatnya menjadi tentara perbatasan Korea Utara-Korea Selatan. Heechul berpikir mungkin dia harus mengucapkan terima kasih pada orang yang dapat membuat Hyesun menjadi seperti itu. Heechul berpikir lagi, mungkin orang yang dapat membuat Hyesun berubah menjadi seperti sekarang patut di hadiahi nobel.

 

 

“Kau habis kembali dari camp militer?” tanya Heechul pada adiknya yang sekarang masih berdiri di depan sofa menjinjing tas ransel besar berwarna hitam, sedang Heechul masih berbaring di sofa mengangkat satu kakinya lalu meletakkan kaki itu di kaki satunya sebagai tumpuan.

 

 

“Ya! Aku menghabiskan summer camp-ku menjadi sukarelawan di sana, kau tahu apa yang sudah aku lakukan disana? Menyelamatkan sekawanan gajah yang menjadi korban perburuan liar, membantu seekor kuda nil melahirkan dan melakukan observasi pada ikan piranha, bagaimana keren kan?” cerita Hyesun dengan semangat 45 dan dengan kilatan-kilatan dari matanya, Hyesun kemudian membusungkan dadanya bangga.

 

 

Heechul membulatkan mulutnya membingkai kata O yang sangat besar, lalu mengangguk.

 

 

“Tidak ada pelukan selamat datang atau upacara penyambutan dengan karpet merah? Oh ayolah sejak kapan Hyesun mendapat perlakuan mirip orang biasa seperti ini?” Heechul memicingkan matanya, ingin rasanya menjejalkan bola tennis ke mulut adiknya. Memangnya dia pikir dia siapa? putri kerajaan inggris? aktris Hollywood? ck.

 

 

“Pelukan? aku tidak mau memeluk seorang yang dua minggu ada di Amazon dan melupakan mandi karena sibuk membantu kuda nil melahirkan!” kata Heechul sambil menutup hidungnya, menghindari bau aneh yang dari tadi menusuk-nusuk hidung mancung kebangaannya.

 

 

“Ya! Tiap hari aku mandi, hanya saja aku mencoba lulur lumpur khas desa di Amazon dan memang baunya tidak enak tapi mereka percaya khasiatnya lebih bagus dibanding lulur lain.Ck~” Hyesun menatap Heechul seolah-olah ia berkata, Oh-ayolah-orang-primitif-mana-yang-tidak-tahu-bahwa-dijaman-ini-lulur-lumpur-merupakan-lulur-terbaik ?

 

 

“Ya…ya…terserah kau tapi aku tetap tidak mau ada skinship diantara kita jika kau belum bersih. Aku minta maaf karena telah memprotes hobby menghabiskan waktu seharian di salonmu dulu, tapi jujur sekarang aku rindu adikku yang seperti itu dari pada adikku yang merupakan tentara perbatasan Korea Utara-Korea Selatan!”

 

 

Hyesun menggeleng-gelengkan kepala sambil mengangkat dua tangannya. “Baiklah, baiklah…aku mandi! Dan oppa-ku sayang, kau tidak perlu meminta maaf.” Hyesun memperpendek jarak dia dan kakaknya dengan membungkukan badan.

 

 

Heechul terkesiap.

 

 

“Chuu~~~” sebuah ciuman mendarat di bibir Heechul yang merah dan besar.

 

 

“Ya! tidak ada skinship sebelum kau mandi itu artinya bahkan aku tidak mengijinkan kau untuk mencolekku! Kenapa kau menciumku?! Ya! Hyesun kemari kau!!!!” Heechul berlari mengejar Hyesun ke kamar mandi dan tepat saat ia hampir meraih tas ransel Hyesun, yeoja itu berhasil masuk dan mengunci diri di kamar mandi.

 

 

“HAHAHAHAHA” Hyesun tertawa puas, suaranya menggema hingga keluar.

 

 

“Cuuuuuuuuuuihhhh…cuuuuuuuuuiiiiiiiihhh…” Heechul buru-buru mengusap mulutnya seakan dia baru saja mendapat ciuman beracun dari seorang nenek sihir atau bahkan ciuman dementor yang siap membimbingnya ke alam kematian.

 

 

“Aku harus buru-buru berkumur! Astaga! Astaga!”

 

 

“Hoooaaaah dan apakah aku perlu berkumur dengan tanah tujuh kali juga…?Shiiiiiiiit~~~”

 

 

 

***

 

 

Heechul menuntaskan permainan pianonya tepat saat Hyesun keluar dari kamar, yeoja itu seperti orang sinting karena tidak berhenti senyum-senyum tak jelas padanya semenjak pintu kamar  terbuka hingga yeoja itu berada di sebelahnya. Adiknya sudah kembali bersih dan wangi.

 

 

Oppa~~” panggil Hyesun manja dan Heechul tahu benar itu artinya yeoja itu menginginkan sesuatu darinya.

 

 

Mwo?” jawab Heechul ketus sambil menekan-nekan tuts piano asal.

 

 

Oppa aku ingin membicarakan sesuatu denganmu.” Hyesun meraih bahu Heechul, mereka berpandangan sejenak lalu yeoja itu mengisyaratkan agar kakaknya bergeser karena dia juga mau duduk.

 

 

Heechul bergeser ke kanan sehingga kini mereka duduk menghadap grand piano hitam di sudut living room itu berdua.

 

“Apa ini sesuatu tentang seorang namja?” tanya Heechul karena adiknya memang punya hobby membicarakan namja tampan. “Apa di Amazon ada namja tampan?” tanya Heechul dalam hati.

 

 

Aniya…ah oppa bagaimana kalau kau menyanyikanku lagu TRAX-Let You Go yang waktu itu kau nyanyikan untuk Sohee eonni di family outing? Aku kaget suaramu ternyata lumayan bagus juga…” kata Hyesun dengan polosnya padahal Heechul sudah merah-padam menahan emosi. Berarti sebelum itu adiknya berpikir suara Heechul jelek begitu?

 

 

“Ya! Coba pikir, kalau suaraku jelek tidak mungkin SM meloloskan audisiku!”

 

 

Arasseo…”

 

 

“Aiiiiiiiiiisssh…jangan harap aku menyanyikan lagu untukmu terus saja puji ikan melata itu, suaranya bahkan tidak lebih baik dariku!”

 

 

Heechul menghembuskan nafas kesal, mirip seekor banteng yang melihat kibasan kain merah dipelupuk matanya. Kalau saja di kepalanya ada tanduk pasti yeoja di sebelahnya ini sudah terhempas jauh ke kutub utara.

 

 

“Aiiishh… lagi-lagi kau marah, kau harus terima kenyataan bahwa ikan mokpo itu lebih tampan dari pada kau, lebih menarik di mata kebanyakan yeoja dan salah satunya adalah aku…”

 

 

“Jadi ini yang mau kau bicarakan? Kau mau mendongengiku kisah tentang mokpo boy itu? Kalau iya aku memilih tidur, aku sudah kenyang mendengar obsesi-obsesimu tentang namja itu.”

 

 

“Ya! ya! aiiiishhh…aku juga sudah bosan dengan topik itu. Ini tentang hal lain!”

 

 

“Sesuatu yang penting untuk kudengar?” tanya Heechul senewen. Masih belum bisa menurunkan tensi pembicaraannya.

 

 

“Penting, sangat penting!”

 

 

“Bukan tentang Lee Dong Hae?”

 

 

“Bukan, bahkan tidak ada hubungannya dengan namja-namja tampan di dunia!”

 

 

Heechul membuka matanya lebar-lebar sambil mencerna ulang kata-kata Hyesun, adiknya sudah sembuh dari penyakit kronisnya? benar-benar sudah sembuh? THANK YOU AMAZON!!

 

 

Oppa?” Hyesun bergidik ngeri melihat ekspresi Heechul.

 

 

Oppa siap mendengarkanmu Hyesun-ah, adikku yang paling manis~~”

 

 

***

 

 

“Ssssst!!!” kata Hyesun sambil menutup pintu kamarnya diam-diam, sebelumnya dia memastikan bahwa tidak ada siapapun yang mengikuti dia dan Heechul masuk ke kamarnya. Sebenarnya di rumah itu tinggal mereka berdua saja karena orang tua mereka dan Heejin tengah menghadiri pernikahan kenalan mereka di Busan.

 

 

Heechul mengerutkan keningnya, “kau tidak berniat memperkosa kakak angkatmu sendirikan yeoja barbar? begini-begini aku masih cukup tampan…” Heechul mulai ngeri, di Amazon mungkin gangguan jiwa Hyesun bertambah parah sampai-sampai yeoja itu berpikir akan melakukan hal keji padanya malam ini. Dia harusnya curiga semenjak Hyesun memiliki kebiasaan mencium bibirnya beberapa waktu lalu. Bisa saja di Amazon sana dia terlalu banyak melihat monyet, gajah, kuda nil sampai-sampai dia baru sadar bahwa Kim Heechul tentu jauh lebih tampan dari pada makhluk-makhluk itu.

 

 

“Ya! Jangan berpikiran kotor seperti itu!” Hyesun melirik Heechul sebal.

 

 

“Kau adikku, itu yang harus kau ingat!” kata Heechul penuh penekanan.

 

 

“Tenang saja, kau bukan tipeku!” Heechul sedikit lega mendengarnya tapi sekaligus merasa terhina.

 

 

Oppa, aku ingin kau melihat ini!” Hyesun berjalan ke sudut kamarnya, membuka sebuah kain tipis yang menutupi sesuatu.

 

 

Ddangkoma?” saat dilihatnya ada dua kura-kura yang berenang dengan elegant di sebuah aquarium kaca berbentuk bulat.

 

 

“Bukan! Ini aku bawa dari Amazon!”

 

 

“Ooooooh…”

 

 

“Kau harus berjanji tidak memberi tahu tentang mereka pada Heebum!”

 

 

Heechul melirik Hyesun dengan tatapan, kau-sedang-bercanda-padaku-kan?

 

 

“Aku serius!”

 

 

Heechul menghembuskan napas perlahan, “Aku tidak bisa bahasa kucing jadi tenanglah…”

 

 

“Tapi aku tahu Heebum bisa mengerti apa yang kau bicarakan. Jangan bicara apapun tentang mereka di depan Heebum eoh? aku takut Heebum akan memakan mereka.” kata Hyesun khawatir.

 

 

“Astaga!” runtuk Heechul dalam hati.

 

 

“Kau harus berjanji dulu!” rengek Hyesun.

 

 

“Astaga…iya..iya..”

 

 

Gomawo oppa!”

 

 

Hyesun tersenyum kembali, dia ingin memeluk Heechul tapi Heechul menangkisnya lantaran ia takut jika tiba-tiba adiknya memiliki niat untuk melakukan hal terlarang meski dirinya yang lain sadar bahwa Hyesun tidak mungkin melancarkan aksi seperti itu. Yeoja itu terlalu terobsesi dengan mokpo boy-nya.

 

 

Oppa, aku sedang mempertimbangkan nama untuk mereka.” kata Hyesun sambil meletakkan satu tangannya di aquarium itu, dari luar aquarium itu dia mengikuti pergerakan salah satu kura-kura yang hiper aktif sementara kura-kuranya yang satu sangat tenang.

 

 

“Jadi, siapa nama mereka?” tanya Heechul. Lama-lama dia seperti melihat bayangan Jongwoon pada diri Hyesun, tapi bagaimana bisa yeoja itu berkelakuan lebih ajaib dari pada dirinya yang notabene bergolongan darah AB sedangkan adik angkatnya ini bergolongan darah O.

 

 

“Aku terinspirasi dari nama Heebum…”

 

 

“Oooh…”

 

 

“Kau memberi nama kucingmu dengan nama orang-orang terdekatmu kan?”

 

 

Heechul tersenyum kecut, “ Jadi apakah salah satu dari mereka bernama Heechul? atau gabungan dari nama kita?”

 

 

Hyesun berhenti dari aktifitasnya, kemudian menatap Heechul yang berjongkong di belakangnya dengan tatapan yang teduh. Gadis itu menggeleng. “Bukan.”

 

 

“Ooooh…jadi?”

 

 

“Mmmm…entahlah aku takut mereka keberatan jika nama mereka aku berikan pada dua kura-kura lucu ini.”

 

 

“Lee Donghae?” tapi Heechul berpikir lagi, katanya ‘mereka’ jadi ini pasti bukan tentang Lee Donghae saja. “Changmin,Yonghwa,TOP,Minhyuk,Jinyoung,LeeJoon,Luhan…?” Heechul lupa sederetan nama namja tampan lainnya yang sering Hyesun sebut-sebut.

 

 

“BUKAN! Aku senang jika bisa ‘memelihara’ mereka tapi dalam versi asli bukan versi kura-kura. Hahahaha…”

 

 

“Lalu?” kali ini Heechul benar-benar penasaran karena dari tadi tebakannya tidak ada yang benar.

 

 

“Aku ingin menamai si aktif ini dengan nama Ryeona dan si pendiam itu dengan nama Hyunhee, bagaimana menurutmu?”

 

 

Heechul bermimik heran, dia tidak salah dengarkan? Adiknya ingin memberikan nama sahabat-sahabatnya sebagai nama dua kura-kura peliharaannya!

 

 

“Kau yakin?” tanya Heechul kemudian.

 

 

“Yakin, yah meskipun jenis kelamin kura-kura itu jantan tapi aku tetap ingin memberi nama mereka Hyunhee dan Ryeona!”

 

 

Heechul menggelengkan kepalanya, dia berdoa untuk Hyunhee dan Ryeona. Kasihan mereka harus menjadi korban kegilaan adiknya. Semoga Ryeona dan Hyunhee tidak berpikiran akan membunuh Hyesun jika mereka tahu bahwa nama mereka dengan seenaknya telah dijadikan nama peliharaan Hyesun. perlu di garis bawahi dan dicetak tebal…PELIHARAAN!!!

 

 

***

 

 

Epilog

 

 

Jam dinding di kamar Hyesun menunjukkan angka dua dini hari dan gadis itu masih terjaga. Dia ingin sekali tidur pada awalnya tapi sesuatu menahannya untuk tidur, sesuatu yang sangat ia sesali, kenapa sialnya dia harus melihat semua itu?

 

Laptop kesayangannya masih dalam posisi stand by saat Hyesun berjalan ke meja belajarnya, mengambil sekotak tissue untuk membendung hujan air mata yang mendadak menjadi agendanya malam ini.

 

“Bodoh! Kau sudah tahu itu tuntutan drama tapi kenapa kau menangis saat melihat foto Donghae oppa yang mencium seorang yeoja huh?”

 

“Hueeeee…aku tak relaaaaaaaaaaaaaa!!!”

 

“Tidak Hyesun, tidak! Ini drama pertamanya sebagai pemeran utama kau harusnya senang kenapa menangis huh? kau harusnya senang!” Hyesun perlahan-lahan menghentikan tangisnya, ia mencoba tersenyum.

 

“Huaaaaaaaaa…tapi bahkan aku belum pernah merasakan genggaman tangannya kenapa yeoja itu beruntung sekali dapat merasakan bibirnya.Huaaaaaaaaa…” Tangis Hyesun lagi.

 

Hyesun mengambil ponselnya yang ada di bawah bantal, dia padahal sudah berniat tidur tadi tapi sialnya dia tergoda untuk membuka social account-nya dan berakhir dengan hujan air mata lantaran foto update terbaru drama Miss Panda and Mr. Hedgehog yang menjadikan Donghae sebagai pemeran utamanya.

 

Dia berencana mengirimi Hyunhee dan Ryeona sms pengaduan, seperti biasa jika mokpo boy itu lagi-lagi membuatnya patah hati.

 

Hyesun mengetik pesan itu buru-buru sambil diselipi beberapa kata yang bersifat mellow-dramatic. Agar sesi curhat itu berjalan lebih seru.

 

Hyesun teringat sesuatu, dia menghapus sms itu. Meletakan kembali ponselnya kebawah bantal.

 

“Bodoh! Mengganggu jam tidur orang lain dengan kelakuan anak-anakmu? yang benar saja!”

 

Hyesun berjalan kembali ke arah meja belajarnya, kali ini bukan untuk tissue tapi untuk aquarium bundar yang beberapa hari ini selalu menghiasi kamarnya tentunya ditambah dua ekor kura-kura yang hidup di dalamnya. Hyunhee dan Ryeona.

 

“Hyunhee…Ryeona…eottoke? Aku sedih, sangat sedih!” Gumam Hyesun pada kedua kura-kura yang tentu saja tidak mengerti apa yang sedang dia coba katakan pada mereka. Ryeona menampakkan kepala kecilnya keluar dari dalam air sedang Hyunhee lebih memilih bersembunyi di dekat filter aquarium.

 

“Huaaaaaaaaa…” tangis yeoja itu memecah keheningan malam.

 

 

***

 

 

END

 

 

***

 

 

Gagal?-_-

Udah pasti deh gagal total, jujur aja aku bikinnya gak ketawa jadi udah pasti readers nya gak ketawa.

Hohoho…gomawo Hyunhee,Ryeona kalian udah mau aku bully XD

Appa katanya mau beliin lagi semoga kali ini betina, ntar aku namain Kyuhyun ama Jongjin deh buat kalian XD

Hahahaha…ada yang mau request namanya aku jadiin nama kura-kura aku? Oh ayolah, gratis kok XD

kekeke

Gomawo for read, gomawo for all, gomawo for everything^^